Surplus Indonesia: Mengurangi Sampah Makanan di Industri F&B
Terlepas dari segala prestasi dan keanekaragaman hayati yang Indonesia miliki, Indonesia juga punya titel-titel yang kurang baik yang berkaitan dengan kondisi lingkungan. Misalnya, penyumbang sampah plastik terbanyak kedua di dunia, penyumbang sampah makanan terbesar kedua di dunia, serta pemilik sungai terkotor keempat di dunia yaitu Sungai Ciliwung.
Muh. Agung Saputra, founder Surplus Indonesia cukup resah ketika mengetahui reputasi Indonesia yang kurang baik di kancah internasional waktu ia sedang melanjutkan pendidikan S2 Teknik Lingkungan di Imperial College London, terutama yang kaitannya dengan lingkungan. Setelah melakukan berbagai riset, Agung menemukan bahwa permasalahan limbah pangan di Indonesia semakin mengkhawatirkan, namun belum ada upaya yang cukup efektif.
Ironisnya, jumlah sampah makanan mentah yang tidak bisa diolah (food loss) serta sampah makanan yang sudah siap dikonsumsi (food waste) kian menggunung, namun masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan pangannya sehari-hari.
Jumlah makanan yang terbuang ini nggak main-main. Menurut kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) bersama sejumlah lembaga, Indonesia membuang sampah makanan hingga 48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019.
Sampah makanan ini gak cuma merugikan negara dari sudut pandang ekonomis aja, yang jumlahnya juga gak kalah fantastis yaitu setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun. Jika tidak terbuang, makanan-makanan tersebut setara dengan porsi makan 125 juta orang per tahun.
Untuk membantu mengatasi isu sampah makanan serta menyalurkannya ke mereka yang membutuhkan, Agung mengajak pelaku usaha yang mempunyai makanan berlebih untuk menjual makanan-makanan tersebut di platform Surplus dengan setengah harga. Pelaku usaha yang dimaksud juga bervariasi dari segi skala, mulai dari UMKM yang menjual makanan rumahan, pedagang buah dan sayur yang menjual makanan berlebih atau hasil panen yang tidak sempurna, bakery yang ada di pusat perbelanjaan, supermarket, hingga hotel. Per Maret 2023, area cakupan Surplus sudah tersebar di berbagai daerah yaitu Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.
Pelaku usaha jadi tetap bisa menjual makanan mereka untuk menutupi biaya bahan-bahan pembuatan makanan, pelanggan juga bisa mendapatkan makanan yang masih sangat layak dikonsumsi dengan harga yang lebih murah, beban planet kita dalam menanggung food waste pun juga jadi berkurang. Win-win solution, kan?
Aplikasi Surplus juga mendukung pengurangan kemasan sekali pakai dengan mendorong pelanggan untuk menggunakan kotak makan atau tas belanja sendiri ketika membeli di aplikasi Surplus dengan metode Ambil Sendiri ke toko. Pelanggan juga diberi insentif yaitu diskon 25% jika mereka berhasil menerapkan strategi reuse, atau pakai ulang.
Perjalanan Surplus memerangi isu food waste di Indonesia sudah dimulai sejak 2020, dan per akhir Maret 2022 Surplus sudah menyelamatkan kurang lebih dua belas ton makanan atau lebih dari sepuluh ribu porsi makanan. Kalau dikonversi jadi hitungan emisinya, mereka telah mencegah lebih dari 100 ton emisi CO2 dari food waste jika berakhir di tempat pembuangan akhir. Kalau dikonversi lagi jadi hitungan rupiah, Surplus telah menyelamatkan potensi kerugian ekonomi sebesar kurang lebih 360 juta rupiah!
Mulai tertarik untuk ikut membantu mengurangi masalah food waste di Indonesia? Yuk daftarkan usahamu atau beli makanan dari Surplus dengan setengah harga. Kunjungi Website dan Instagram Surplus atau instal aplikasinya di Playstore dan juga Appstore. Makanan yang kamu beli bisa diambil sendiri di toko, atau bisa juga diantar ke rumah loh!
Comments