Ide #BisnisLestari: Jasa Penyimpanan dan Penyerapan Karbon
Diperbarui: 7 Des 2023
Jasa penyimpanan karbon? Wah, memangnya ada? Gimana tuh mekanismenya? Secara karbon kan berterbangan bebas di atmosfer? Iya, kamu nggak salah baca kok. memang ide bisnis lestari yang ini bisa dibilang unik. Kita pasti tahu ya, setiap makhluk hidup yang berada di bumi ini menghasilkan karbon, baik itu manusia, tumbuhan, maupun hewan. Karbon yang dihasilkan akan tersimpan di atmosfer bumi. Tapi, jika karbon yang dihasilkan terlalu banyak, maka hal ini dapat berpotensi menyebabkan pemanasan global, perubahan iklim dan berakhir sebagai bencana.
Menyadari hal itu, manusia mencoba beberapa hal untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan, baik secara individu, seperti mengurangi kegiatan yang dapat menghasilkan emisi karbon besar maupun secara bersama-sama dalam skala nasional hingga internasional dengan menanam pohon dan menjaga hutan tetap asri. Membaca fakta ini, pernah nggak kita berpikir, kenapa pohon yang dipilih sebagai solusi untuk mengatasi masalah emisi karbon? kenapa bukan teknologi canggih? nah, untuk mengetahui jawabannya, yuk simak artikel ini lebih lanjut!
Hutan dan Karbon dioksida (CO2)
Tumbuhan atau pohon menghasilkan oksigen yang kita gunakan untuk bernafas. Oksigen yang dihasilkan berasal dari proses fotosintesis. Nah, pada proses fotosintesis tersebut, tumbuhan memerlukan karbon dioksida. Kebutuhan akan karbon dioksida membuat tumbuhan atau pohon menjadi salah satu entitas yang dapat menyelamatkan bumi dari pemanasan global dengan menyerap karbon yang kita hasilkan.
Hutan merupakan tempat di mana banyak sekali berbagai jenis tumbuhan atau pohon dan bahkan entitas makhluk hidup lainnya berada. Hutan memiliki peran dalam meningkatkan penyerapan karbondioksida (CO2) dengan proses fotosintesis yang terjadi di dalamnya. Hasil dari fotosintesis, selain menjadi oksigen yang kita hirup, juga disimpan dalam pohon dan menjadikan vegetasi alias suatu komunitas tumbuhan yang ada di hutan tersebut tumbuh lebih besar atau makin tinggi. Pertumbuhannya akan berlangsung terus menerus hingga vegetasi tersebut berhenti tumbuh atau dipanen. Hutan dengan pohon-pohon yang dalam masa pertumbuhan, mampu menyerap karbon dioksida (CO2) lebih banyak, sedangkan hutan dewasa yang pertumbuhan pohonnya mulai menurun hanya menyimpan stok karbon (C) namun tidak menyerap CO2.
Nah, berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya hutan yang lestari maka jumlah karbon yang disimpan akan semakin banyak. Semakin banyak karbon yang disimpan oleh hutan, maka semakin sedikit karbon yang lepas ke atmosfer bumi sehingga iklim dan temperatur bumi tetap stabil.
Potensi Hutan Indonesia
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia yang dimuat pada website [KLHK], hasil pemantauan hutan Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan bahwa luas lahan berhutan di Indonesia adalah 125.795.306 Hektar (ha) dan dari jumlah tersebut, 120,47 juta ha berupa daratan luas dan 5,32 juta ha berupa hutan perairan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi negara penyerap emisi karbon karena memiliki hutan tropis yang luas. Bahkan potensi tersebut juga dapat lebih ditingkatkan dengan upaya penanaman dan rehabilitasi hutan yang telah rusak yang tersebar luas. Mengingat, hutan Indonesia mengalami deforestasi atau penebangan serta penggundulan hutan yang tinggi.
Jasa Penyimpanan dan Penyerapan Karbon
Jasa penyimpanan dan penyerapan karbon itu sama hal nya dengan gudang. Ya, gudang yang biasanya kita gunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang kita. Bedanya, jasa penyimpanan dan penyerapan karbon itu fungsinya untuk menyimpan dan menyerap emisi karbon yang kita hasilkan untuk meminimalisir kenaikan suhu permukaan bumi sehingga dapat mencegah terjadinya pemanasan iklim.
Potensi peningkatan upaya penanaman dan rehabilitasi hutan yang telah rusak dapat dilakukan melalui sistem Mekanisme Pembangunan Bersih atau dapat disebut sebagai Clean Development Mechanism (CDM). Melalui sistem ini, negara berkembang seperti Indonesia dapat menjual karbon yang mampu diserap dan disimpan oleh hutan seperti milik Negara maju lainnya [1], atau singkatnya, negara maju akan memberikan insentif kepada negara berkembang yang memiliki wilayah hutan yang luas dan sedang menghadapi ancaman deforestasi untuk meningkatkan tata kelola hutan dan berhasil menurunkan emisi karbonnya, seperti yang telah dilakukan oleh Indonesia-Norwegia sejak tahun 2012.
[via WRI]
Bagaimana dengan Perdagangan Karbon
Munculnya isu perdagangan karbon hutan internasional dilatarbelakangi adanya pemanasan global sebagai efek rumah kaca, sebagaimana yang disepakati pada Protokol Kyoto tahun 1997. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan karbon jika negara-negara tersebut menjaga jumlah atau menambah emisi karbon yang dihasilkan yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. Prinsip dari Protokol Kyoto ini adalah negara-negara industri maju perlu mengurangi emisi karbon dioksida yang mereka hasilkan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi “Protokol Kyoto”, yang artinya Indonesia juga ikut di dalam kegiatan penurunan emisi dan mekanisme pembangunan bersih (MPB) atau melakukan perdagangan karbon.
Perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk membantu membatasi peningkatan CO2 di atmosfer. Pasar karbon sedang mengalami perkembangan yang membuat pembeli dan penjual kredit karbon sejajar dalam peraturan perdagangan yang sudah distandarisasi atau dibakukan.
Penjual dan Pembeli Karbon
Pembeli karbon adalah pemilik industri yang menghasilkan CO2 ke atmosfer, memiliki ketertarikan atau kewajiban oleh hukum untuk menyeimbangkan emisi yang mereka keluarkan melalui mekanisme sekuestrasi karbon. Sekuestrasi karbon adalah penangkapan dan penyimpanan karbon dioksida dari atmosfer dalam jangka waktu yang lama. Contoh industri yang termasuk ke dalam kategori ini adalah fasilitas pembangkit tenaga listrik.
Sedangkan, penjual karbon merupakan pemilik yang mengelola hutan atau lahan pertanian dan bisa menjual kredit karbon berdasarkan akumulasi karbon yang terkandung dalam pepohonan di hutan mereka, atau bisa juga pengelola industri yang mengurangi emisi karbon mereka menjual emisi mereka yang telah dikurangi kepada emitor lain.[2]
Aktivitas Perdagangan Karbon
Perdagangan karbon bukan hanya sekadar cuan, tetapi juga ada komitmen-komitmen yang harus dilakukan melalui aktivitas berikut:
Carbon sequestration, berupa pengembangan kemampuan penyerapan, penyimpanan karbon melalui penanaman hutan;
REDD+ antara lain berupa preferensi minimalisasi konversi hutan (deforestasi) dan peningkatan kualitas penanaman, pelarangan penebangan hutan liar dan prevensi kebakaran hutan (degradasi);
Maintaining carbon stock, berupa pelarangan penebangan liar dan prevensi kebakaran baik di hutan lindung maupun hutan konservasi;
Increasing carbon stock berupa pengayaan dan penguhutanan kembali[3].
Diantara sebagian besar kegiatan-kegiatan perdagangan ini, saat ini muncul paradigma baru tentang peran hutan sebagai penyimpan karbon, disebutkan bahwa biomassa pohon dan vegetasi di hutan berisi cadangan karbon yang sangat besar dapat memberikan keseimbangan siklus karbon bagi keperluan seluruh makhluk hidup di muka bumi. Karbon hutan adalah karbon dari pengelolaan hutan yang menerapkan kegiatan-kegiatan penyimpanan (stok) karbon, penyerapan karbon dan penurunan emisi karbon hutan. Adanya karbon hutan merupakan upaya mitigasi perubahan iklim global melalui perannya sebagai pengurangan emisi (buangan) karbon hutan, penyerapan CO2 dari atmosfer dan pemeliharaan persediaan karbon.
Kegiatan Usaha Jasa Penyerapan Karbon pada hutan
Kegiatan usaha pemanfaatan penyerapan karbon pada hutan lindung meliputi penanaman dan pemeliharaan dari bagian kegiatan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan, atau izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan, dan hutan desa yaitu penyerapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran sesuai dengan sistem silvikultur yang diterapkan pada seluruh areal atau bagian hutan atau blok hutan.
Kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan atas kawasan hutan Indonesia menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) penyerapan atau penyimpanan karbon melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/menlhk-ii/2015 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.36/menhut-ii/2009 Tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung.
Perdagangan Karbon pasca Glasgow COP26
Aturan perdagangan pasar karbon global ditetapkan dalam konferensi perubahan iklim Glasgow COP26 pada november 2021, dengan menggunakan acuan pendekatan terpadu secara global yang ada pada Perjanjian Iklim Paris pada tahun 2015. Pihak yang menciptakan kredit karbon akan mendefisitkan 5% dari hasil ke dalam dana untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi perubahan iklim, sedangkan 2% kredit akan dibatalkan untuk memastikan emisi secara keseluruhan.
Perusahaan di Indonesia yang melakukan usaha di bidang Jasa Penyimpanan dan Penyerapan Karbon
Sudah tahu belum? Di Indonesia, PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (HTI PT. SBA WI) yang berlokasi di Sumatera Selatan merupakan salah satu perusahaan yang melakukan usaha di bidang jasa penyimpanan dan penyerapan karbon [4]. Selain itu, hutan mangrove dan lahan gambut juga dapat dimanfaatkan sebagai penyimpan karbon [5], lho. Keren banget, kan?
Untuk memahami detail lebih lanjut soal model bisnisnya, kamu bisa juga dengerin podcast CEO nya PT Rimba Raya Makmur disini. PT Rimba Raya Makmur mengelola proyek hutan karbon terbesar di Indonesia:
Nah, sekarang sudah lebih paham kan tentang apa itu jasa penyimpanan dan penyerapan karbon? Ternyata pohon memegang peran yang penting banget, bukan hanya untuk menghasilkan oksigen, dan memberi keteduhan tapi sekaligus menghasilkan cuan. Kira-kira ide bisnis #CuanLestari apa lagi yang ingin kamu ketahui?
Akses lebih banyak info, berita dan cerita seputar #CuanLestari dan hidup berkelanjutan lewat website Cleanomic dan follow instagram kami di @cleanomic, ya!
Referensi:
[1] Adinugroho, Wahyu Catur. 2009. Pemanfaatan Jasa Hutan Sebagai Penyerap Karbon Sebagai Alternatif Pendanaan Di Sektor Kehutanan Menuju Hutan Lestari. FORDA-INDONESIA. Diakses pada 19 Maret 2021. Link : https://wahyukdephut.wordpress.com/2009/01/31/pemanfaatan-jasa-hutan-sebagai-penyerap-karbon-sebagai-alternatif-pendanaan-di-sektor-kehutanan-menuju-hutan-lestari/
[2] Subadi, S., & Ardianto, R. (2015). IZIN USAHA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN (IUPJL) PENYERAPAN ATAU PENYIMPANAN KARBON HUTAN DALAM PERDAGANGAN KARBON HUTAN. JURNAL YUSTISIA MERDEKA, 1(2).
[3] Dikutip dari, http://fhunsyiah.blogspot. com/2012/12/mencari-bentuk-entitas-danmodel.html, pada hari jum’at, 19 Maret 2021.
[4] Rahmat, M. (2010). Evaluasi Manfaat Dan Biaya Pengurangan Emisi serta Penyerapan Karbon Dioksida pada Lahan Gambut di HTI PT. SBA WI. Bumi Lestari Journal of Environment, 10(2).
[5] Purnobasuki, H. (2012). Pemanfaatan hutan mangrove sebagai penyimpan karbon. Buletin PSL Universitas Surabaya, 28(3-5), 1-6.
Comments